PEKANBARUINFO.COM-Pasangan suami istri atau Pasutri asal Kabupaten Kepulauan Meranti melaporkan seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Arifin Achmad Riau di Pekanbaru.
Laporan didasari atas dugaan tindak pidana yang mengakibatkan anak mereka meninggal dunia di RSUD Arifin Achmad Riau .
Arga (5) seorang balita dari Pasangan Hendra (36) dan Rozita (34) warga jalan Manggis, Selatpanjang kota, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD Arifin Achmad Riau di Pekanbaru, Sabtu (18/2/2023) yang lalu.
Pasangan itu tidak terima karena menilai kematian anaknya diakibatkan ulah oknum dokter yang menangani.
Akhirnya, Hendra didampingi praktisi hukum kesehatan melaporkan oknum dokter berinisial FUB ke Polda Riau.
Dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/93/III/2023/SPKT/POLDA RIAU, pada Sabtu (3/3/2023) Hendra dan Praktisi Hukum Kesehatan Dian Wahyuni.E,SKM.MM.MH.Kes telah resmi melaporkan kasus dugaan telah terjadi tindak pidana kesehatan yang mengakibatkan anak kandung mereka meninggal.
Dian Wahyuni melalui kronologis yang dikirimkan kepada pewarta Rabu (8/3/2023) menyampaikan, awal mula anak korban baik-baik saja seperti anak pada umumnya.
Namun, di bagian bahu sebelah kanan terlihat adanya pembengkakan sebesar kelereng.
Selanjutnya, orang tua dari anak tersebut langsung membawa ke RSUD Kepulauan Meranti oleh ayahnya untuk mendapat perawatan medis.
"Sesampainya di RSUD Meranti dilakukan operasi oleh dr Indra. Singkat cerita setelah operasi kondisi pembengkakan di bahu almarhum semakin membesar dan mengalami infeksi," katanya.
Setelah itu, dr Indra menganjurkan kepada pihak keluarga untuk merujuk ke RSUD Arifin Achmad di Pekanbaru dikarenakan peralatan medis di RSUD Meranti terbatas sehingga agak susah untuk menangani penyakit yang dialami almarhum Arga.
Setelah dirujuk ke RSUD Arifin Achmad pada hari Kamis (12/1/2023) lalu, almarhum langsung masuk ke IGD.
Kemudian, dilakukan CT Scan yang ke 1, dan pemasangan infus, swab, serta ke labor untuk diambil darah Arga.
"Lebih dari 6 jam almarhum dibiarkan di ruang IGD. Setelah itu baru masuk ke ruang edelweiss (Rawat Inap) dan barulah ditangani dokter Poli Bedah Anak bernama dr Ismar SPB,Sp. BA," ujarnya.
Kemudian, pada Jumat (13/01/2023) pihak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru mengambil sampel pada bahu sebelah kanan.
Menurut pihak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru hasil dari sempel tersebut akan keluar pada tanggal 23 Januari 2023.
Pada hari Sabtu (18/01/2023), almarhum kembali diambil sampel CT Scan kedua thorax, dada, kepala dan seluruhnya.
Setelah dilakukan pergantian perban pascabedah, berdasarkan perintah dari dr Ismar yang merupakan salah satu dokter di ruang Edelweis menyuruh pulang dan menganjurkan almarhum untuk berobat jalan sambil menunggu hasil labor keluar.
Ditambahkan Dian Wahyuni, menurut pengakuan Hendra kalau dirinya melihat kondisi anaknya tidak memungkinkan untuk dirawat jalan.
Ditambah lagi pasien yang datang dari jauh yakni dari Kepulauan Meranti.
"Ayah almarhum sempat memohon-mohon kepada petugas di ruang Edelweiss agar anak ketiganya itu dapat dirawat inap agar mudah untuk pengawasan kondisi anak," jelasnya.
"Tetapi pemohonnya ditolak dan tetap disuruh pulang dan berobat jalan, serta mengusir keluar dari RSUD Arifin Achmad," lanjutnya.
Keluarga juga merasa heran, karena Senin (30/1/2023) sang ayah kembali mendatangi labor untuk mengambil hasil sampel yang direview ulang.
Namun dokter Poli Bedah Anak, dr Ismar SP memberikan rekomendasi untuk di konsultasikan ke bagian Poli Onkologi bernama dr Fathar Usman Bunawar, SpB (K) Onk, tanpa ada penjelasan tentang kondisi almarhum dan hasil labor kepada orang tuanya.
Setelah berjumpa, dr Fathar Usman Bunawar SpB (K) Onk, menyuruh CT Scan ulang lagi dan menyuruh ke ruang radiologi dan ke ruang anastesi untuk dijadwalkan lalu menyuruh ke labor ambil darah anak.
"Ia (dr.Fathar) menyampaikan semua harus diulang dikarenakan tidak bisa pakai acuan yang sudah ada atau yang lama dari dr Ismar dan dijadwalkan tanggal 9 Februari 2023 dan mengarahkan kalau ada apa-apa bawa ke IGD," bebernya
Bahkan pada Rabu (8/2/2023) tanpa memberitahu kepada keluarga almarhum pukul 07:00 WIB pagi mendaftar dan urusan administrasi.
Sekitar pukul 09:00 WIB sudah di Poli Onkologi dan pukul 11:00 WIB baru bisa bertemu dr Fathar.
"Di saat itu, orang tua almarhum mencoba meyakinkan dengan satu perawat bernama Mimi agar anaknya tidak dilakukan CT scan ulang, dengan usia anak belia sekecil itu berulang kali dilakukan CT scan sangat berisiko," ujarnya.
Namun, perawat itu mengatakan kalau keinginan ayah almarhum tidak bisa dikabulkan dikarenakan dr.Fathar tetap minta CT scan yang baru.
Ayah almarhum kemudian pergi ke ruang Poli Anak membawa kertas tanpa ada penjelasan, dan kembali pergi ke ruang anastesi mengantar berkas dari dr Fathar.
Lalu ke ruang anastesi lagi sesuai jadwal dan pukul 14:45 WIB, kembali lagi ke ruang Poli Onkologi tetapi dr Fathar belum ada.
Kemudian perawat Mimi menyuruh orang tua Almarhum ke ruang Dahlia karena keesokan hari menjalani CT scan dan lain-lain.
Selanjutnya, setiba di diruang Dahlia pukul 15. 00 WIB, satu perawat atau dokter laki-laki saat itu juga merasa heran dan mengatakan, anak bapak kan sudah di CT scan kenapa harus di CT scan lagi.
Lalu ia menghubungi dr Fathar menyampaikan bahwa pasien sudah di CT scan kenapa di CT scan lagi.
"Sekitar pukul 17:00 WIB ayah almarhum disuruh pulang bawa anak saya dan tidak bisa rawat inap di sini, dan disuruh datang lagi oleh dr.Fathar pada hari Senin (13/2/2023) dan membawa hasil CT scan yang lama tanggal (18/1/2023)," ungkapnya.
Setelah itu, pada hari Senin (13/02/2023) pukul 07:00 WIB pagi mendaftar ke loket.
Sekira pukul 09:00 WIB bertemulah antara Ayah Almarhum dengan dr Fathar lalu ayah almarhum menyerahkan hasil CT scan yang pernah ditolaknya akhirnya itu juga yang digunakan.
Saat itu dr Fathar menyampaikan jadwal untuk tanggal 15 Februari 2023 dilakukan swab dan tanggal 16 Februari 2023 dilakukan ambil sampel di kamar operasi.
Sementara itu, pada hari Selasa (14/02/2023) sekitar pukul 10:00 WIB pagi tiba-tiba almarhum mengalami sesak nafas dan bawa ke IGD.
Mendengar informasi itu ada pasien asal meranti di untuk mendapat pertolongan medis diperlakukan seperti bola diopor ke sana sini.
Bahkan menurutnya satu anggota DPRD Provinsi Riau di ruang IGD sempat marah kepada petugas di IGD.
Saat itu petugas IGD melakukan pemeriksaan hanya menggunakan alat yang dijepit di jari tangan almarhum dan tidak dipasang O2. Dokter IGD mengatakan tidak apa-apa.
Sekira pukul 11.30 WIB dokter IGD menyuruh pulang, begitu juga pada hari Rabu (15/02/ 2023) mendaftar ke loket kemudian lanjut ke Labor tes SWAB lalu disuruh pulang.
Setelah itu, pada Kamis (16/02/2023) setekah berjam-jam menunggu dan sekitar pukul 10:00 WIB dr Fathar tiba dan mengambil sempel yang dilakukan di kamar operasi lalu ditutup dan hanya pakai perban saja dan tidak dijahit.
Sementara ayah almarhum berfikir kenapa pada saat dr.Ismar yang saat itu sempat merawat anaknya dijahit setelah itu ambil sampel.
Setelah itu, dr Fathar menyuruh antarkan sampel ke labor dan saat itu juga sang ayah almarhum kembali meminta tolong kepada dr Veenda Herlina Pertiwi, Mars,Sp.PA agar hasilnya di percepat karena jangan sampai hasilnya berminggu-minggu keluar.
"Pihak keluarga belum tau hasilnya, dan mereka tidak tega melihat buah hati mereka merasakan kesakitan itu. Saat itu juga, drVeena menyampaikan, "Nanti kita bantu, dan tinggalkan saja no HP," jelas Dian.
Berlanjut pada Sabtu (18/2/2023) pagi almarhum kembali masuk ke IGD dengan kondisi sesak nafas dan kejang-kejang.
Petugas IGD menyuruh daftar terlebih dahulu.
"Almarhum baru bisa dilakukan tindakan pasang O2, Infus. kemudian ayah almarhum diminta tanda tangan persetujuan pasang selang ke mulut anak namun anak tidak ada respon dokter IGD dan petugas menekan-nekan perut anak, sekira pukul 13.00 WIB dokter menyampaikan bahwa anaknya sudah meninggal dunia," katanya.
Ditambahkan Dian, anehnya pada surat kematian anaknya ditulis pukul 12.15 WIB meninggal dunia di IGD.
Sementara yang menjadi tanda tanya lagi semenjak anaknya masuk IGD sampai meninggal dunia, dr Fathar dan dr Ismar tidak datang melihat kondisi anaknya, padahal selama 35 hari merekalah dokter yang menangani anaknya.
Setelah itu, pada Senin (27/2/2023) petugas labor memberikan informasi melalui pesan WhatsApp kepada pihak keluarga dengan mengatakan telpon keluarga korban sudah 3 hari ditelpon tidak bisa untuk menyampaikan pesan kalau hasil labor korban sudah keluar.
Padahal, pihak RSUD tidak ada menghubungi mereka, menurut pihak keluarga Justru nomor telepon pihak RSUD bagian labor yang yang diberikan kepada pihak keluargalah tidak bisa dihubungi, dan dibalas WhatsApp nya.
"Atas peristiwa dan kejadian ini, pihak keluarga sangat kecewa dan sehingga melaporkan hal tersebut ke Mapolda Riau, tentang ketidakpuasan atas pelayanan di RSUD Arifin Achmad yang berujung tentang sengketa medis," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di TribunPekanbaru.com